19 Januari, 2008

DIVINE HOLY SACRAMENT ADORATION

Tadi pagi saya mengikuti perayaan ekaristi Jumat pertama, devosi untuk Hati Kudus Yesus pada jam 7.00 pagi dipimpin oleh pastor Madya Utama, SJ dengan umat yang hampir 100 % penuh. Misa Jumat pertama di paroki St. Theresia diadakan 4 kali, pagi jam 6.00, 7.00, 12.00 siang dan sore jam 18.00. Hampir seluruh misa dari pagi sampai yang terakhir selalu dipenuhi oleh umat. Saya tahu bahwa mereka semuanya bukan umat paroki St.Theresia. Mungkin kita mempunyai pandangan negatif bahwa adalah umat yang tidak mau terlibat didalam parokinya atau tidak mempunyai paroki, namun dari pandang-an positivenya menurut saya bisa saja mereka adalah umat yang mungkin punya intensi khusus atau memang menyukai liturgy adorasi ekaristi. Dimana sesudah komuni,Monstran yang berisiSakramen Mahakudus dipakai untuk memberkati. Ada lagu Tantum Ergo dalam bahasa Indonesia, Allah yang tersamar, dst…………. Waktu saya kecil dulu, baik di kampung maupun di Jakarta . Selama adorasi, ada banyak sikap dari umat, dari yang begitu sujud dan menyembah sambil menundukkan badan, yang biasa - biasa saja hormatnya, pada ekstrem lainnya ada yang tetap duduk saja tanpa reaksi yang khusus. Sesudah misa waktu pemberitahuan, pastor menggumumkan bahwa Sakramen akan ditahtakan selama 15 menit untuk memberi kesempatan bagi mereka yang masih mau melakukan devosi sesudah misa, sebelum sakramen dikembalikan ke tabernakel. Lama misa dengan khotbah dan adorasi ekaristi hanya selama 45(empat puluh lima menit). Waktu saya kecil dulu, baik di kampung maupun di Jakarta ( saya datang ke Jakarta untuk meneruskan SMP di Jakarta tahun 1960) , ibadat adorasi yang disebut Salve (Astuti ) sering saya ikuti pada hari Sabtu atau Minggu sore. Jaman dulu tidak ada perayaan ekaristi pada Sabtu dan Minggu sore . Jadi ibadat yang dilakukan adalah khusus untuk penghormatan Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan di dalam monstran. Meskipun tahun 2004 - 2005 ditentukan oleh gereja sebagai tahun ekaristi, yang meletakkan dan mengemukakan thema kesatuan dengan Allah sebagai sumber kekuatan dalam pelaksanaan tugas perutusan gereja ; Tidak ada sesuatu yang istimewa yang dilakukan oleh paroki St. Ignatius dalam menyambut tahun tersebut dalam usaha untuk lebih menanamkan pemahaman ekaristi atau usaha intensif dalam melakukan adorasi ekaristi dengan pentahtaan Sakramen Mahakudus. Adorasi Ekaristi hanya dilakukan pada Jumat pertama, dan itupun hanya dilakukan oleh seorang pastos saja. Pastor yang lainnya tidak pernah melakukan , meski dalam perayaan ekaristi Jumat pertama yang diadakan untuk penghormatan kepada Hati Kudus Yesus. Adorasi ekaristi atau pujian kepada sakramen Mahakudus, yaitu sebuah ibadat atau doa yang dilaksanakan dihadapan Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan. Dulu sering dilakukan sesudah komuni dalam suatu perayaan ekaristi. Menurut Anthony de Mello, SJ; seorang Yesuit India dalam bukunya Sadhana ( Sanskerta : Artinya jalan menuju Tuhan ), kebaktiankepada Hati kudus Yesus yang dulu begitu meluas,namun sekarang memudar dimana - mana , seraya mengharapkan adorasi ini akan dapat hidup dan berkembang kembali, kalau orang mau mengerti, bahwa inti kebaktian adalah menerima Yesus Kristus sebagai penjelmaan cinta, manifestasi cinta Tuhan tanpa syarat kepada kita. Titik balik yang paling menentukan dalam hidup kita bukanlah saat kita sadar mulai mencintai Tuhan, tapi saat dimana kita menyadari dan menerima sepenuhnya, bahwa Tuhan mencintai kitatanpa syarat apapun juga. Saat adorasi rasakanlah kehadiran Tuhan dan cintaNya yang tanpa syarat kepada kita. Ia memandang dengan penuh cinta dan rendah hati. Bicaralah dalam keheningan dengan penuh cinta dan tanpa komunikasi dengan Dia. Suasana sacral dan khidmat dapat dirasakan, sama seperti misa harian yang jam 6.00 atau jam 7.00 pagi. Tidak perlu misa silensium untuk membuat suasana hati atau atmosphere yang sacral, khidmat, dan penyelenggaraan yang memang dilakukan oleh mereka yang memang haus akan liturgy ekaristi secara khidmat dan cheerful sebagai ungkapan syukur. Devosi terhadap Hati Kudus Yesus dapat merupakan sumber inspirasi kita dalam perjalanan spiritual kita, mungkinkah kita dapat mencari identifikasi dari Hati Kudus Yesus yang terluka dan berdarah – darah , korban Cinta . Korban CintaNya , yang mengalir tanpa henti sepanjang hidup kita. Sayang saya tidak dapat melakukan adorasi ekaristi lagi terhadap sakramen Maha Kudus di paroki St. Ignatius sejak hampir 5 tahun yang lalu, kecuali pada hari Kamis Putih. Barangkali sulit bagi pastor - pastor sekarang untuk berlutut dan menghormati Sakramen Mahakudus dengan berlutut. Pada setiap ekaristipun tidak ada lagi pastor paroki yang berlutut didepan panti altar. Makin banyak umat yang tidak mengerti sakralnya tabernakel dan panti imam sehingga naik begitu saja keatas mimbar bila hendak mengannounce suatu penggumuman. Lebih - lebih dalam Perayaan ekaristi untuk sakramen perkawinan, semua photographer mengerubungi altar untuk mengabadikan penandan tanganan sacrament perkawinan . Dulu ada pastor yang begitu ketat membuat aturan, sangat ekstrem sehingga hanya photograper Katolik yang boleh merekan perayaan sakramen perkawinan. Untuk adorasi sakramen yang sangat dianjurkan Vatican cukup dengan "setahun sekali!". Rupanya misa seperti misa Gong Xie Fat Coi atau Misa Tabur Bunga diatas kapal pesiar , atau misa dengan balerina dan para penari atau mengibar - ngibarkan bendera ; lebih mempunyai daya tarik, atas nama "permintaan sebagian umat". Akhirnya memang tidaklah salah kalau terjadi rumput tetangga selalu lebih menarik! Untuk dapat menikmati adorasi ekaristi dan juga doa Tubuh Kristus, kita dapat pergi ke perayaan ekaristi di gereja St. Theresia pada setiap hari Jumat pertama yang masih selalu diadakan. Rupanya paroki yang dikelola para Yesuit ( paroki St. Ignatius baru tahun 2003 dilepas dari penggembalaan pastor Yesuit ), lebih menghormati dan menghargai liturgi ekaristi dengan adorasi sakramen mahakudus dan doa - doa seperti Tubuh Kristus dan penghormatan secara khusus terhadap Hati Kudus Yesus, membuat ekaristi lebih bermakna sebagai pusat kegiatan umat. Sejak pastor - pastor diosesan berkarya di paroki St. Ignatius, dipopulerkan misa - misa lingkungan tiap 2 bulan sekali. Suatu justifikasi pastor tidak perlu mengadakan kunjungan ke lingkungan , cukup atau hanya dengan pelayanan ekaristi di lingkungan, meski hanya dihadiri kurang dari sepuluh warga lingkungan. Paus Benedictus XVI dalam anjuran apostoliknya mengenai ekaristi, Sacramentum Caritatis menyatakan bahwa antara perayaan ekaristi dan adorasi ekaristi ada hubungan intrinsik : dalam ekaristi Putera Allah datang menemui kita dan ingin menjadi satu dengan kita , lalu ekaristi menjadi konsekwensi wajar dari perayaan ekaristi yang merupakan tindakan adorasi tertinggi gereja ( Sacramentum Caritatis 66 ). Di banyak bagian dari Gereja, telah juga terjadi penyalah gunaan, sampai membingungkan iman yang sehat dan ajaran Katolik mengenani sakramen ajaib ini. Terjadinya pemiskinan yang hebat pada pemahaman misteri Ekaristi. Dilucuti dari makna kurbannya, artinya Ekaristi dirayakan hanya sebagai perjamuan sederhana. .....Ada sebuah paroki di Surabaya yang mentakhtakan monstran dengan Hostinya di halaman gereja . Kalau sudah terjadi demikian diragukan pemahaman pastor parokinya tentang makna adorasi Ekaristi, dicampurbaurkan dengan suatu devosi seperti devosi terhadap Maria di gua Maria halaman gereja. Disana sini telah mengarah kepada prakarsa ekumenis, telah membiarkan masuknya praktek - praktek yang bertentangan dengan disiplin iman seperti diajarkan oleh Gereja. Tak dapat tidak, semuanya ini harus sangat disesali. Ekaristi adalah karunia yang terlalu berharga untuk diserahkan kepada ketidak tentuan dan pelecehan......Ada sebuah paroki di Surabaya yang mentakhtakan monstran dengan Hostinya di halaman gereja . Kalau sudah terjadi demikian diragukan pemahaman pastor parokinya tentang makna adorasi Ekaristi, dicampurbaurkan dengan suatu devosi seperti devosi terhadap Maria di gua Maria halaman gereja. Disana sini telah mengarah kepada prakarsa ekumenis, telah membiarkan masuknya praktek - praktek yang bertentangan dengan disiplin iman seperti diajarkan oleh Gereja. Tak dapat tidak, semuanya ini harus sangat disesali. Ekaristi adalah karunia yang terlalu berharga untuk diserahkan kepada ketidak tentuan dan pelecehan.Paus Benedictus XVI dalam anjuran apostoliknya mengenai ekaristi, Sacramentum Caritatis menyatakan bahwa antara perayaan ekaristi dan adorasi ekaristi ada hubungan intrinsik : dalam ekaristi Putera Allah datang menemui kita dan ingin menjadi satu dengan kita , lalu ekaristi menjadi konsekwensi wajar dari perayaan ekaristi yang merupakan tindakan adorasi tertinggi gereja ( Sacramentum Caritatis 66 ). Di banyak bagian dari Gereja, telah juga terjadi penyalah gunaan, sampai membingungkan iman yang sehat dan ajaran Katolik mengenani sakramen ajaib ini. Terjadinya pemiskinan yang hebat pada pemahaman misteri Ekaristi. Dilucuti dari makna kurbannya, artinya Ekaristi dirayakan hanya sebagai perjamuan sederhana. .....Ada sebuah paroki di Surabaya yang mentakhtakan monstran dengan Hostinya di halaman gereja . Kalau sudah terjadi demikian diragukan pemahaman pastor parokinya tentang makna adorasi Ekaristi, dicampurbaurkan dengan suatu devosi seperti devosi terhadap Maria di gua Maria halaman gereja. Disana sini telah mengarah kepada prakarsa ekumenis, telah membiarkan masuknya praktek - praktek yang bertentangan dengan disiplin iman seperti diajarkan oleh Gereja. Tak dapat tidak, semuanya ini harus sangat disesali. Ekaristi adalah karunia yang terlalu berharga untuk diserahkan kepada ketidak tentuan dan pelecehan.
Teologi katolik memang lain dengan teologi Kristen lainnya, transubstansi dari roti dan darah menjadi Tubuh dan Darah hanya diimani oleh Gereja Katolik. Yang lainnya hanya menganggap symbol, atau sekedar kehadiran Yesus sendiri dan mengingkari sebagai Sacrament dalam ibadat perjamuannya . Kita tetap satu selama ratusan tahun, sedangkan yang lain sesuai selera pemimpin, pengikut yang berikutnya, atau siapa saja yang merasa mempunyai jemaat
.

Saya kutip sebagian tentang Adorasi Ekaristi dari Wilkipedia Encyp:
History
The practice of adoration traces its roots to the fact that in monasteries and convents the Blessed Sacrament was an integral part of the structure of cloistered life. From the beginning of community life the unconsecrated bread and wine were originally kept in a special room, just off the sanctuary but separated from the church where the Divine Liturgy or Mass was offered. Roman Catholic belief
Main article: Eucharist (Catholic Church).In the Roman Catholic tradition, at the moment of Consecration the element(or "gifts" as they are termed for liturgical purposes) are transformed(Transubstantiation) into the actual Body and Blood of Christ. Catholic doctrine holds that the elements are not only spiritually transformed, but rather are actually (substantially) transformed into the Body and Blood of Christ. It is held that although the elements retain the appearance or "accidents" of bread and wine, they are indeed the actual Body, Blood, Soul, and Divinity of Christ. This is one form of the doctrine of Real Presence—the actual, substantive presence of Jesus in the Eucharist. At the point of Consecration, the act that takes place is a double miracle: 1) that Christ is present in a physical form and 2) that the bread and wine have truly, substantially become Jesus' Body and Blood. Because Roman Catholics believe that Christ is truly present (Body, Blood, Soul and Divinity) in the Eucharist, the reserved sacrament serves as a focal point of adoration. Lutheran Eucharistic adoration is almost always limited in duration to the communion service because Lutheran tradition does not include reservation of the Sacrament.
Catholic Tradition (High Church Lutheran), do reserve the Sacrament,and strongly encourage Eucharistic adoration without requiring it. Historically in Lutheranism there have been two parties regarding Eucharistic adoration: Gnesio-Lutherans, who followed Martin Luther's view in favor of adoration and Philippists who followed
Philipp Melanchthon's view against it. Although Luther did not approve of the Feast of Corpus Christi [6], he wrote a treatise "The Adoration of the Sacrament" (Von anbeten des sakraments des heyligen leychnahms Christi, 1523) where he defended adoration but desired that the issue not be forced. After the death of Martin Luther, further controversies developed including Crypto-Calvinism and the second Sacramentarian controversy, started by Gnesio-Lutheran Joachim Westphal

Tidak ada komentar: