Who was the prophet Daniel? The life of the prophet Daniel is recorded in the book that shares his name. Daniel means "God is my judge." There is not much know about the early years of his life, but he appears to have been of the upper class, perhaps even from a royal family. It is recorded that he was taken to Babylon as a teenager in 605 B.C. He began service to the royal court and abstained from unclean food (Daniel 1:8-16). Three years later, Daniel was brought before the King to interpret the King's dream. The king was pleased and made Daniel "ruler over the whole province of Babylon" and "chief prefect over all the wise men of Babylon" (Daniel 2:48). In Chapter 4, we learn that Daniel interpreted another of Nebuchadnezzar's dreams. Nelson's Bible Dictionary comments: "Daniel remained in governmental service through the reigns of the kings of Babylon and into the reign of Cyrus of Persia after the Persians became the dominant world pwer (Dan 1:21; 10:1). Daniel was also a person of deep piety. His book is characterized not only by prophecies of the distant future but also by a sense of wonder at the presence of God. From his youth Daniel was determined to live by God's law in a distant land (see Dan 1). In moments of crisis, Daniel turned first to God in prayer before turning to the affairs of state (2:14-23). His enemies even used his regularity at prayer to trap him and turn the king against him. But the grace of God protected Daniel (chap. 6). . .So the Book of Daniel is more than a treasure of prophetic literature. It also paints a beautiful picture of a man of God who lived out his commitment in very troubled times. We should never get so caught up in the meanings of horns and beasts that we forget the human dimension of the book-the intriguing person whose name means 'My God is Judge" Minggu lalu untuk kesekian kalinya, saya mengurus pasport yang akan habis berlakunya ( 6 bulan sebelum expired tidak bisa digunakan lagi). Karena sekarang saya mempunyai banyak waktu saya berniat mengurus sendiri. Tidak melalui perantara lagi. Ini adalah pengalaman pertama, karena sejak tahun 1978 untuk pertama kali saya buat pasport selalu diurus oleh perantara, baik dari travel, atau dari langganan kantor tempat saya bekerja.
Biasanya memang sekali datang untuk langsung foto dan besok2nya kemudian pasport akan diantar oleh perantara tsb. Tidak perlu menunggu lama di kantor imigrasi yang biasanya penuh orang banyak dan tidak perlu bolak balik, yang diperlukan hanyalah sejumlah uang . Sesuatu yang lazim , yang memang biasa dalam pengurusan segala sesuatu yang berhubungan dengan instansi pelayanan publik manapun di negeri tercinta ini lebih praktis melalui perantara. Pengalaman membuat pasport langsung ini, adalah pengalaman pertama . Meski dengan ragu pada saat saya hendak menyerahkan formulir yang sudah terisi ke 3 buah loket penerimaan form , yang masing2 dilayani 2 orang , keluar penggumuman dengan loudspeaker bahwa loket akan tutup untuk istirahat dan akan dibuka lagi pada jam 1.oo . Saya melihat jam saat itu masih jam 11.35 dan bukan hari Jumat, kok sudah mau meninggalkan tugas. Ah ini biasa instansi pemerintah, "korupsi waktu" adalah legal, yang lain saja legal apalah hanya curi waktu. Semua pasang papan "istirahat". Seorang anak muda berjilbab ( yang lain setengah tua sampai tua ) yang sampai saat ini saya ingat nama didadanya R. Tj .......masih menyelesaikan pekerjaannya , meski loket sudah dipasangi tanda ''Istirahat" . Saya mendekat dan bertanya : bisa tolongi saya? Jawabnya tunggu kira2 10 menit lagi , bapak tunggu saja disitu ( ruang tunggu ), sambil menerima form saya dan terus meneruskan pekerjaannya. Belum sampai 5 menit , dia memanggil saya . Saya tanya berapa biayanya? Dia balik tanya "bapak memangnya perlu cepat?". Saya menjawab tidak. Dia memberi tahu urus seperti biasa saja ( maksudnya ikut prosedur). Padahal petugas lainnya tadi sebelum loket tutup , semuanya masing2 saya lihat lebih mengurus setumpuk map yang melalui perantara. Kemudian dia menjelaskan saya harus kembali 2 hari lagi di loket no sekian untuk ambil map, bayar di kas dan foto. Nanti 3 hari kemudian pasport selesai. Ketika saya tanya lagi berapa biayanya , dia hanya memberi tahu nanti bapak setor di kas sejumlah sekian. Saya merasa dia sudah menolong saya ( yang lain sudah istirahat semua sebelum waktunya), saya menyelipkan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih. Dan dia menolak!
Dari wawancara kandidat karyawan untuk prospected managerial level dari para fresh graduate, saya sering melemparkan pertanyaan2 untuk menggali kepekaan sosial mereka terhadap masalah2 yang terjadi dalam masyarakat kita yang membuat masyarakat tidak sejahtera. Negara yang begitu kaya dengan natural resources, rakyatnya harus miskin dan tidak sejahtera, harus menderita dibandingkan negara tetangga Malaysia yang kultur dan masyarakatnya sebenarnya mirip dengan budaya kita yang serumpun . Negeri mereka natural resourcesnya tidak sekaya negeri ini. Belanda ( baca : VOC yang sebenarnya bajak laut alias perompak sampai berakhirnya menguasai sebagian Nusantara karena bangkrut diteruskan kolonial Belanda yang memeras hasil bumi anak negeri ). Kolonial Inggris lebih mendidik dan mengembangkan daerah jajahannya karena hendak dijadikan pasar industri mereka ( Inggris adalah negara industri pertama dalam abad 19, sehingga berkepentingan untuk memakmurkan negara jajahannya ). Kebanyakan dari para kandidat yang saya interview, menyadari sumbernya bukan hanya yang berasal dari masyarakat sendiri, akan tetapi dari mis manajemen dan kwalitas para birokrat , dan sebagainya ( banyak yang disampaikan biasanya, dari masalah hukum, SDM yang rendah ( catatan penulis : index perkembangan manusia Indonesia diukur dari pendidikan, kesehatan, dan ekonomi adalah ke 7 dari 11 negara Asia Tenggara dan no. 108 dari 180 - an seluruh negara didunia ), korupsi dimana-mana (bukan hanya istilah dari news.com) , dsb. Saya biasanya menanyakan juga andai mereka yang in charge dan punya otoritas, apa yang akan mereka lakukan? Banyak jawaban, bisa saja sekedar wacana seperti yang pernah mereka dengar, tapi ada juga yang secara serius saya nilai bahwa ia punya perhatian, kemauan, dan idealisme untuk dapat juga berperan serta memperbaiki negeri ini. Mereka punya potensi, karakter yang baik, dsb segala kriteria untuk menjadi birokrat yang baik. Tapi akhirnya, realistik saja sesudah menghabiskan uang orang tua yang cukup banyak dengan kuliah di Universitas , ya cari kerja saja dulu. Untuk menjadi PNS, yang saya dengar adalah cerita2 minor. Dari orang2 muda yang saya dapatkan, terutama dari Univ. Negeri tertentu dan beberpa swasta tertentu ; yang muslim biasanya aktif di Rohis ( Rohani Islam), yang Kristen di ekumene, PD dan gerejanya. Yang Katolik, hampir tidak pernah saya menemukan kandidat katolik dengan rekord sebagai aktivis di paroki, PMKRI, dsb. Dimana mereka ini? Menjadi pertanyaan, mengapa tidak ada record kegiatan berorganisasi dari kaum muda katolik? baik di kampus maupun di paroki? apakah institusi kaum muda katolik, atau kehidupan kaum muda di paroki sudah tidak mempunyai daya tarik lagi bagi mereka? Kehidupan berorganisasi selama di kampus atau kegiatan ekstra kurikuler , adalah pembelajaran untuk khidupan dalam mereka bekerja . Perusahaan2 biasanya memperhatikan hal ini.Bacaan pertama dalam hari2 di penghujung tahun Liturgi ini adalah tentang Daniel seorang muda dari Yehuda yang beserta 3 orang lainnya dididik untuk menjadi birokrat dan melayani raja penjajah dari Babylon dan Persia. Ketaatannya akan hukum Allah melalui tradisi Yahudi yang terus dilakukannya ( yang lain tidak dapat bertahan ), mengingatkan kita bahwa dari orang muda seperti Daniel bisa lebih bertahan terhadap pengaruh buruk dari lingkungan dan kontaminasi lingkungan, seperti yang saya lihat juga pada anak muda berjilbab di kantor imigrasi. Pada anak anak muda dari kampus yang rekord karitatifnya berkarya untuk kepentingan masyarakat atau orang lain. Kaum muda adalah juga harapan gereja "mereformasi" kehidupan paroki2 yang kurang bergairah. Mereka bisa saja kurang pengalaman, akan tetapi idealisme, kejernihan berpikir, solidaritas , kemauan dan semangat berkarya pro ecclesia et patria. Bisa jadi mereka lebih unggul , masalahnya apakah mereka punya kesempatan?
Biasanya memang sekali datang untuk langsung foto dan besok2nya kemudian pasport akan diantar oleh perantara tsb. Tidak perlu menunggu lama di kantor imigrasi yang biasanya penuh orang banyak dan tidak perlu bolak balik, yang diperlukan hanyalah sejumlah uang . Sesuatu yang lazim , yang memang biasa dalam pengurusan segala sesuatu yang berhubungan dengan instansi pelayanan publik manapun di negeri tercinta ini lebih praktis melalui perantara. Pengalaman membuat pasport langsung ini, adalah pengalaman pertama . Meski dengan ragu pada saat saya hendak menyerahkan formulir yang sudah terisi ke 3 buah loket penerimaan form , yang masing2 dilayani 2 orang , keluar penggumuman dengan loudspeaker bahwa loket akan tutup untuk istirahat dan akan dibuka lagi pada jam 1.oo . Saya melihat jam saat itu masih jam 11.35 dan bukan hari Jumat, kok sudah mau meninggalkan tugas. Ah ini biasa instansi pemerintah, "korupsi waktu" adalah legal, yang lain saja legal apalah hanya curi waktu. Semua pasang papan "istirahat". Seorang anak muda berjilbab ( yang lain setengah tua sampai tua ) yang sampai saat ini saya ingat nama didadanya R. Tj .......masih menyelesaikan pekerjaannya , meski loket sudah dipasangi tanda ''Istirahat" . Saya mendekat dan bertanya : bisa tolongi saya? Jawabnya tunggu kira2 10 menit lagi , bapak tunggu saja disitu ( ruang tunggu ), sambil menerima form saya dan terus meneruskan pekerjaannya. Belum sampai 5 menit , dia memanggil saya . Saya tanya berapa biayanya? Dia balik tanya "bapak memangnya perlu cepat?". Saya menjawab tidak. Dia memberi tahu urus seperti biasa saja ( maksudnya ikut prosedur). Padahal petugas lainnya tadi sebelum loket tutup , semuanya masing2 saya lihat lebih mengurus setumpuk map yang melalui perantara. Kemudian dia menjelaskan saya harus kembali 2 hari lagi di loket no sekian untuk ambil map, bayar di kas dan foto. Nanti 3 hari kemudian pasport selesai. Ketika saya tanya lagi berapa biayanya , dia hanya memberi tahu nanti bapak setor di kas sejumlah sekian. Saya merasa dia sudah menolong saya ( yang lain sudah istirahat semua sebelum waktunya), saya menyelipkan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih. Dan dia menolak!
Dari wawancara kandidat karyawan untuk prospected managerial level dari para fresh graduate, saya sering melemparkan pertanyaan2 untuk menggali kepekaan sosial mereka terhadap masalah2 yang terjadi dalam masyarakat kita yang membuat masyarakat tidak sejahtera. Negara yang begitu kaya dengan natural resources, rakyatnya harus miskin dan tidak sejahtera, harus menderita dibandingkan negara tetangga Malaysia yang kultur dan masyarakatnya sebenarnya mirip dengan budaya kita yang serumpun . Negeri mereka natural resourcesnya tidak sekaya negeri ini. Belanda ( baca : VOC yang sebenarnya bajak laut alias perompak sampai berakhirnya menguasai sebagian Nusantara karena bangkrut diteruskan kolonial Belanda yang memeras hasil bumi anak negeri ). Kolonial Inggris lebih mendidik dan mengembangkan daerah jajahannya karena hendak dijadikan pasar industri mereka ( Inggris adalah negara industri pertama dalam abad 19, sehingga berkepentingan untuk memakmurkan negara jajahannya ). Kebanyakan dari para kandidat yang saya interview, menyadari sumbernya bukan hanya yang berasal dari masyarakat sendiri, akan tetapi dari mis manajemen dan kwalitas para birokrat , dan sebagainya ( banyak yang disampaikan biasanya, dari masalah hukum, SDM yang rendah ( catatan penulis : index perkembangan manusia Indonesia diukur dari pendidikan, kesehatan, dan ekonomi adalah ke 7 dari 11 negara Asia Tenggara dan no. 108 dari 180 - an seluruh negara didunia ), korupsi dimana-mana (bukan hanya istilah dari news.com) , dsb. Saya biasanya menanyakan juga andai mereka yang in charge dan punya otoritas, apa yang akan mereka lakukan? Banyak jawaban, bisa saja sekedar wacana seperti yang pernah mereka dengar, tapi ada juga yang secara serius saya nilai bahwa ia punya perhatian, kemauan, dan idealisme untuk dapat juga berperan serta memperbaiki negeri ini. Mereka punya potensi, karakter yang baik, dsb segala kriteria untuk menjadi birokrat yang baik. Tapi akhirnya, realistik saja sesudah menghabiskan uang orang tua yang cukup banyak dengan kuliah di Universitas , ya cari kerja saja dulu. Untuk menjadi PNS, yang saya dengar adalah cerita2 minor. Dari orang2 muda yang saya dapatkan, terutama dari Univ. Negeri tertentu dan beberpa swasta tertentu ; yang muslim biasanya aktif di Rohis ( Rohani Islam), yang Kristen di ekumene, PD dan gerejanya. Yang Katolik, hampir tidak pernah saya menemukan kandidat katolik dengan rekord sebagai aktivis di paroki, PMKRI, dsb. Dimana mereka ini? Menjadi pertanyaan, mengapa tidak ada record kegiatan berorganisasi dari kaum muda katolik? baik di kampus maupun di paroki? apakah institusi kaum muda katolik, atau kehidupan kaum muda di paroki sudah tidak mempunyai daya tarik lagi bagi mereka? Kehidupan berorganisasi selama di kampus atau kegiatan ekstra kurikuler , adalah pembelajaran untuk khidupan dalam mereka bekerja . Perusahaan2 biasanya memperhatikan hal ini.Bacaan pertama dalam hari2 di penghujung tahun Liturgi ini adalah tentang Daniel seorang muda dari Yehuda yang beserta 3 orang lainnya dididik untuk menjadi birokrat dan melayani raja penjajah dari Babylon dan Persia. Ketaatannya akan hukum Allah melalui tradisi Yahudi yang terus dilakukannya ( yang lain tidak dapat bertahan ), mengingatkan kita bahwa dari orang muda seperti Daniel bisa lebih bertahan terhadap pengaruh buruk dari lingkungan dan kontaminasi lingkungan, seperti yang saya lihat juga pada anak muda berjilbab di kantor imigrasi. Pada anak anak muda dari kampus yang rekord karitatifnya berkarya untuk kepentingan masyarakat atau orang lain. Kaum muda adalah juga harapan gereja "mereformasi" kehidupan paroki2 yang kurang bergairah. Mereka bisa saja kurang pengalaman, akan tetapi idealisme, kejernihan berpikir, solidaritas , kemauan dan semangat berkarya pro ecclesia et patria. Bisa jadi mereka lebih unggul , masalahnya apakah mereka punya kesempatan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar